KESEHATAN MENTAL
“Analisa Kasus Bunuh Diri Artis Korea dari Perspektif Ilmu Psikologi”
Disusun Oleh:
Stefi Monica E.S (18513638)
2PA07
Universitas
Gunadarma
Depok
2015
BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
Korea Selatan memiliki angka yang cukup tinggi untuk
kasus bunuh diri jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Tercatat,
saudara serumpun Korea Utara ini menduduki peringkat keenam untuk kasus bunuh
diri di dunia.
Pelaku bunuh diri di Korea Selatan datang dari berbagai
kalangan. Tak memandang usia, jenis kelamin juga profesi, tak terkecuali artis.
Dibalik gemerlapnya dunia hiburan di Korea, tidak sedikit
artisnya yang mengalami depresi. Yang bahkan dapat mengambil jalan cepat untuk
lari dari berbagai tekanan, yakni upaya bunuh diri.
Untuk menggapai keinginan menjadi artis di Korea tidaklah
semudah membalikan telapak tangan. Persaingan industri hiburan yang sangat
ketat, jadwal training yang padat dan tuntutan dari fans maupun menejemen artis
yang menuntut untuk selalu tampil sempurna akan menjadi pembawa depresi bagi
artis itu sendiri. Persaingan ketat bukan satu-satunya tantangan yang harus
dihadapi para artis. Namun mereka juga didera kelelahan mental dan fisik, plus
urusan keuangan.
Akhir-akhir ini bunuh diri menjadi sangat menarik
perhatian, apalagi dengan munculnya
berbagai kasus bunuh diri yang dilakukan oleh artis Korea Selatan. Seperti adanya
berita bunuh diri yang dilakukan aktris
muda berbakat, Sojin (Ahn So Jin). Berita tersebut dapat
ditemukan dari berbagai media mengenai pemicu
dari tindakan tersebut. Pemicu yang dikatakan sepele bisa dipersepsi sebagai
penyebab bunuh diri sehingga semakin menimbulkan keingintahuan mengapa bunuh
diri? Bunuh diri bukan hanya merupakan tindakan tragis tetapi juga hal yang
mengherankan serta membingungkan. Meskipun mengetahui alasan-alasan tindakan pelaku bunuh diri, tetapi praktek bunuh
diri tersebut tidak pernah yakin mengapa mereka membunuh dirinya sendiri. Bila dilihat dari persepsi ilmu psikologi, tindakan
bunuh diri merupakan salah satu bagian dari tindakan depresi dari berbagai
teori ilmu psikologi.
BAB II
Landasan Teori
Bunuh diri merupakan tindakan
kompleks yang memiliki keterkaitan erat antara lain dengan problem psikologis,
faktor sosial, biologis, budaya dan peran lingkungan. Depresi, beban mental,
dan gangguan penggunaan alkohol disinyalir oleh WHO sebagai penyebab utama
orang melakukan tindakan bunuh diri. Meskipun demikian, penting digaris bawahi
bahwa tindakan bunuh diri merupakan hal yang kompleks sehingga perlu dilihat
dari berbagai perspektif dan sisi. Hal tersebut dikarenakan terdapat beragam
pendapat tentang tindakan bunuh diri yang mewarnai perjalanannya (Veeger, 1993)
Di Jepang, misalnya, bunuh diri dianggap sebagai
cara terhormat mengakhiri hidup. Dalam masyarakat Jepang dikenal istilah
seperti harakiri atau seppuku (merobek perut sendiri dengan pisau tajam) di
kalangan para samurai, dan kamikaze (menabrakkan pesawat terbang yang penuh
berisi bom ke musuh) di kalangan tentara Jepang pada Perang Dunia II. Bunuh
diri telah menjadi hal biasa di kalangan orang-orang Jepang bahkan ia dipandang
sebagai tindakan bertanggungjawab secara moral.
Bunuh diri,
ternyata juga ditemukan dalam tradisi agama; institusi yang dikenal dengan
salah satu doktrinnya untuk menghargai hidup (sanctity of life). Adalah agama Hindu yang memiliki tradisi bunuh
diri yang dinamakan sati. Sati adalah tindakan bunuh diri seorang perempuan
sebagai istri yang suaminya meninggal dunia. Tindakan tersebut dilakukan pada
saat upacara pembakaran suaminya di mana si istri juga ikut terbakar bersama
jasad suaminya. Hal tersebut bahkan diyakini sebagai bentuk bakti seorang istri
kepada suami. Meskipun tindakan bunuh diri melalui tradisi sati sudah dilarang
di India sejak 1829 oleh pemerintah Inggris, tradisi ini masih saja ada yang
melakukan dalam intensitas yang sangat jarang.
Di dunia kedokteran dikenal istilah euthanasia (hak
untuk mati dengan bantuan orang lain). Akan tetapi euthanasia yang juga kerap
disebut mercy killing (membunuh
dengan ”kasih”) – karena diklaim tidak menimbulkan rasa sakit – sudah banyak
ditentang dan bahkan dilarang oleh banyak negara di seluruh dunia. Istilah lain
dalam tindakan bunuh diri, selain berbagai istilah di atas, yaitu altruistic suicide (bunuh diri demi
kepentingan orang lain). Contoh dari bunuh diri altruisik adalah seorang
tentara dalam peperangan ketika ada sebuah granat yang dilempar oleh musuh lalu
tentara itu menutup granat tersebut dengan perutnya agar efek ledakannya tidak melukai
atau mematikan tentara lain, melainkan cukup untuk dirinya sendiri.
Dalam teori kognitif dan behavior dari perspektif ilmu
psikologi, tindakan bunuh diri termasuk dalam tipe bunuh diri anomis. Menurut
Veeger (1993), hal ini terjadi dimana keadaan moral yang bersangkutan yang
tengah kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam hidupnya.
2.2 Kronologi
Kasus
Walau telah bergabung dengan suatu agensi hiburan, banyak
artis, apalagi yang hanya sebatas dikontrak, tidak mendapat bayaran yang
sesuai. Padahal setiap hari mereka dituntut untuk bekerja hingga larut malam. Tambah
lagi, jadwal latihan yang terbilang sangat padat membuat kehidupan sosial
mereka terisolasi. Akibatnya, para artis tidak punya waktu untuk melanjutkan
pendidikan. Namun, disisi lain, mereka dituntut untuk memiliki gaya hidup yang
fantastis.
Sojin dikenal sebagai
salah seorang peserta reality show KARA Project:The Beginning pada 2014.
Sayangnya, ia gagal menjadi bagian dari BABY KARA di program tersebut. Berikut berita yang
diangkat penulis berkaitan dengan kasus bunuh diri Sojin (Ahn So Jin), dalam
berita yang dilansir dari VIVAnews berikut:
VIVA.co.id - Artis pendatang baru Korea Selatan, Sojin ditemukan bunuh
diri. Ia diduga melompat dari lantai 10 apartemennya di Daeduk,
Selasa, 24 Februari 2015. Ia meninggal di usia 22 tahun.
Keputusan Sojin untuk bunuh diri menjadi sorotan publik. Banyak spekulasi muncul seputar kematian tragis artis muda ini. Sejumlah penggemar menduga kematian Sojin karena frustasi kariernya tak berkembang.
Netizen juga memiliki spekulasi seputar karier Sojin. Beberapa netizen menyoroti keputusan bintang variety show, KARA Project itu mengakhiri hidupnya karena penderitaan dan beban yang berat sebagai calon artis. Ditambah lagi dengan persaingan yang keras untuk menjadi artis di industri hiburan Korea.
Salah satu perwakilan dunia hiburan Negeri Ginseng ini berkomentar, terdapat pembagian kelompok calon artis yang masih menerima pelatihan dalam sebuah manajemen.
"Ada pembagian terpisah bagi para trainee yang disebut grup debut, antara trainee dan yang siap debut. Trainee yang siap debut masuk ke grup tersebut," kata sumber seperti dikutip dari Ilgan Sports.
Ditambahkan sumber, menjadi calon artis itu tidaklah mudah. Ia menanggung beban yang berat. "Untuk bertahan dan masuk dalam grup itu sangat berat. Calon artis yang sudah masuk ke grup kadang diturunkan lagi ke trainee reguler," ungkapnya.
Hal ini juga mendapat perhatian dari para pelaku di industri hiburan Korea. Mereka khawatir kematian Sojin akan menimbulkan kecemasan orangtua yang anaknya memilih untuk menggeluti dunia artis.
"Kematian Sojin akan membuat kecemasan peserta trainee dan orangtua mereka. Perlu ada langkah institusional untuk memastikan hal ini tidak menjadi siklus yang berulang," ujarnya.
Seperti diketahui, Sojin memiliki ambisi untuk menjadi artis besar. Ia ingin membuktikan pada ayahnya, karier pilihannya itu bisa mengantarkan kesuksesan untuknya. Sojin mengikuti persaingan untuk mendapatkan tempat sebagaipersonel girlband KARA.
Sayang, Sojin tak terpilih. Setelah lima tahun bergabung dengan manajemen artis ternama, kontraknya berakhir bulan lalu. Ia pun kembali ke rumahnya.
Namun, mendadak ia ditemukan bunuh diri. Menurut kepolisian setempat, Sojin mengalami depresi sejak lama. Hingga saat ini, polisi masih menyelidiki penyebab bunuh diri artis yang disebut-sebut memiliki suara indah ini.
Keputusan Sojin untuk bunuh diri menjadi sorotan publik. Banyak spekulasi muncul seputar kematian tragis artis muda ini. Sejumlah penggemar menduga kematian Sojin karena frustasi kariernya tak berkembang.
Netizen juga memiliki spekulasi seputar karier Sojin. Beberapa netizen menyoroti keputusan bintang variety show, KARA Project itu mengakhiri hidupnya karena penderitaan dan beban yang berat sebagai calon artis. Ditambah lagi dengan persaingan yang keras untuk menjadi artis di industri hiburan Korea.
Salah satu perwakilan dunia hiburan Negeri Ginseng ini berkomentar, terdapat pembagian kelompok calon artis yang masih menerima pelatihan dalam sebuah manajemen.
"Ada pembagian terpisah bagi para trainee yang disebut grup debut, antara trainee dan yang siap debut. Trainee yang siap debut masuk ke grup tersebut," kata sumber seperti dikutip dari Ilgan Sports.
Ditambahkan sumber, menjadi calon artis itu tidaklah mudah. Ia menanggung beban yang berat. "Untuk bertahan dan masuk dalam grup itu sangat berat. Calon artis yang sudah masuk ke grup kadang diturunkan lagi ke trainee reguler," ungkapnya.
Hal ini juga mendapat perhatian dari para pelaku di industri hiburan Korea. Mereka khawatir kematian Sojin akan menimbulkan kecemasan orangtua yang anaknya memilih untuk menggeluti dunia artis.
"Kematian Sojin akan membuat kecemasan peserta trainee dan orangtua mereka. Perlu ada langkah institusional untuk memastikan hal ini tidak menjadi siklus yang berulang," ujarnya.
Seperti diketahui, Sojin memiliki ambisi untuk menjadi artis besar. Ia ingin membuktikan pada ayahnya, karier pilihannya itu bisa mengantarkan kesuksesan untuknya. Sojin mengikuti persaingan untuk mendapatkan tempat sebagaipersonel girlband KARA.
Sayang, Sojin tak terpilih. Setelah lima tahun bergabung dengan manajemen artis ternama, kontraknya berakhir bulan lalu. Ia pun kembali ke rumahnya.
Namun, mendadak ia ditemukan bunuh diri. Menurut kepolisian setempat, Sojin mengalami depresi sejak lama. Hingga saat ini, polisi masih menyelidiki penyebab bunuh diri artis yang disebut-sebut memiliki suara indah ini.
(sumber: viva.co.id, 2 maret
2015)
2.3 Analisis
Kasus
A.
Analisis Kasus Teori I:
1.
Teori Kognitif - Behavior
Bunuh diri yang
dilakukan Sojin termasuk dalam tipe bunuh diri anomis. Menurut Veeger (1993),
hal ini terjadi dimana keadaan moral yang bersangkutan yang tengah kehilangan
cita-cita, tujuan dan norma dalam hidupnya. Ini dapat terjadi karena musibah
yang tengah menimpanya atau juga telah tercapainya cita-cita besar yang telah
diimpikan. Sojin yang dapat dikatakan selangkah lagi menuju impiannya, namun
karena gagal mencapai impiannya tersebut, ia kehilangan arah tujuan hidupnya
setelah agensi
yang mengasuhnya tiba-tiba memutuskan kontrak kerjanya dan kembali ke kehidupan normalnya yang sebagian telah ia
habiskan untuk berkontribusi pada masa trainee.
Pada kasus Sojin
telah disebutkan sebuah motif, yakni tentang selebritas yang tengah mengalami
depresi dan mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Terdapat suatu faktor
yang sangat mendasar kenapa mereka sangat mudah untuk memutuskan mengakhiri
hidupnya, karena mereka tidak memiliki agama, tidak mempercayai akan adanya
Tuhan. Di kalangan masyarakat Korea masih ada yang tidak memiliki agama,
sehingga ketika mengalami depresi, pengahargaan terhadap kehidupan menjadi
rendah hingga mengambil konsep kepercayaan terhadap reinkarnasi.
Namun terlepas
daripada itu, jika dilihat dari perspektif psikologi, perilaku artis Korea yang
melakukan aksi bunuh diri, mereka mempunyai kepribadian yang kurang sehat.
Mereka tidak mampu memperjuangkan hidupnya, sehingga timbul keinginan untuk mengakhiri
hidupnya. Ini berkaitan dengan kebosanan hidup. Pelaku bunuh diri juga
menunjukan perilaku abnormal, dimana terjadinya personal discomfort yaitu anggapan bahwa dialah orang satu-satunya
yang menderita dan tidak merasa bahagia. Dalam artian, ia frustasi karena
kariernya tak berkembang, walau telah melewati tahap seleksi dan training pada
agensi yang sempat menaunginya, namun ia
tetap tidak lolos walau telah berusaha keras menunjukan bakatnya selama mengambil
bagian sebagai DSP trainee atau Baby Kara pada show KARA Project. Karena ia
putus asa dan gagal memberikan pembuktian kepada ayahnya, ia pun menganggap
bahwa masa depannya tidak akan lebih baik lagi.
Menurut pandangan ini, depresi
merupakan faktor yang memiliki kontribusi sangat besar dalam memicu tindakan
bunuh diri, khususnya diasosiasikan dengan hopelessness
(ketiadaan harapan). Fokus pandangan ini terletak pada penilaian negatif yang
dimiliki oleh suicidal person terhadap dirinya, situasi sekarang, dunia, dan
masa depan. Sejalan dengan penilaian negatif itulah pikiran yang rusak muncul.
Beck (dalam Pervine, 2005) memperkenalkan model kognitif depresi yang
menenkankan bahwa seseorang yang depresi secara sistematis salah menilai
pengalaman sekarang dan masa lalunya. Model ini terdiri dari tiga pandangan
negatif mengenai diri, dunia, dan masa depan. Dia memandang dirinya tidak
berharga dan tidak berguna, memandang dunia menuntut terlalu banyak darinya,
dan memandang masa depan itu suram. Ketika skema kognitif yang disfungsional
ini diaktifkan oleh kejadian hidup yang menekan, individu beresiko melakukan
bunuh diri.
B.
Analisis Kasus Teori II:
1. Teori Psikodinamik
Dari beberapa pengamatan, bunuh diri dilihat
sebagai tindakan yang dipercaya hanya dilakukan oleh orang tidak waras “insane people”. Meski demikian, pikiran
tentang bunuh diri tidaklah mengindikasikan orang tersebut kehilangan kontak
dengan dunia nyata, mempunyai konflik yang tidak disadari, atau mengalami
gangguan kepribadian.
Konsep Freud
tentang insting mati (death instinct),
thanatos, merupakan konsep yang mendasari hal tersebut dan menjadi pencetus
bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Teori psikodinamik
menyatakan bahwa kehilangan kontrol ego individu, menjadi penyebab individu
tersebut melakukan bunuh diri (Meyer & Salmon, 1998) semua orang punya
sifat agresi tak terkecuali Sojin. Hanya kadang tidak ada pemicu yang cukup
kuat untuk menarik sifat agresi tersebut. Sojin mungkin terlihat baik-baik saja
dengan tampilan emosi yang cukup stabil. Tapi karena ada pemicu yang cukup
kuat, dalam hal ini adalah keputusasaannya, karena dia berpikir masa depannya
tidak akan lebih baik, maka sifat agresitifitas terhadap dirinya sendiri
keluar.
Sigmud Freud
menerangkan masalah bunuh diri berdasarkan teori Psikodinamik mengatakan bahwa
bunuh diri adalah suatu bentuk agresi yang ditujukan ke dalam. Seseorang yang bunuh
diri sebetulnya ingin membunuh image
(bayangan) kebencian terhadap orang tua mereka sendiri yang ada di dalam
mereka. Seperti yang dikutip “Seperti diketahui, Sojin memiliki ambisi untuk
menjadi artis besar. Ia ingin membuktikan pada ayahnya, karier pilihannya itu
bisa mengantarkan kesuksesan untuknya.”
Dalam kutipan
tersebut dapat dianalisis bahwa ia gagal dalam hal pembuktian, karena
sebelumnya ayah Sojin menentangnya menjadi seorang penyanyi dan ingin Sojin
fokus kepada pendidikannya terlebih dahulu, hingga menjadi beban ketika ia
harus kembali ke kehidupan normalnya bersama keluarganya, yang sebelumnya ia
hidup menjadi trainer di agensinya.
Aliran-aliran
psikodinamik terbaru yang muncul, masih terfokus pada kemarahan pada diri
sendiri sebagai inti permasalahan atau penyebab terjadinya tindakan bunuh diri
(Maltsberger, dalam Hoeksema, 2001)
C.
Analisis Kasus Teori III:
1.
Gangguan Mental
Reisman dkk (dalam
Yuniarti, 2002) berpendapat bahwa keadaan lingkungan masyarakat modern seperti
kemajuan teknologi dan persaingan hidup yang maksimal membuat individu
kehilangan hubungan dengan diri sendiri dan perasaan yang sebenarnya. Lebih
lanjut teori ini menyatakan bahwa seseorang yang berpikiran negatif tentang
dirinya akan menelusuri lebih lanjut bahwa mereka melakukan interpretasi yang
salah dan menyimpang dari realita. Salah satu teori kognitif adalah teori
depresi beck. Teori tersebut menyatakan bahwa seseorang yang mudah terkena
depresi telah mengembangkan sikap umum untuk menilai peristiwa dari segi
negative dan kritik diri (personal critic).
Fenomena bunuh diri
adalah sebuah misteri. Mengapa disebut misteri? Ya, motif dan pilihan untuk
melakukan bunuh diri selalu menjadi sebuah pertanyaan tersendiri bagi orang
yang ditinggalkan sang pelaku (bunuh diri). Kalau saja sang pelaku sempat
meninggalkan pesan atau penjelasan mengapa ia memilih menyelesaikan permasalahannya
dengan bunuh diri, itu adalah pengecualian. Tak terkecuali kasus bunuh diri
artis Korea Sojin, kematiannya menimbulkan banyak pertanyaan hingga menimbulkan
munculnya berbagai opini ataupun spekulasi publik tentang kematiannya di usia
muda tersebut. Kehidupan pribadinya yang lalu seakan menjadi puzzle acak yang
harus ditelaah, agar dapat mengungkap penyebab bunuh dirinya.
Selain itu, di usia
mudanya adanya pemikiran yang bercabang (dichotomous
thinking), kekakuan dan ketidakluwesan dalam berpikir menjadi penyebab
seseorang bunuh diri. Kekakuan dan ketidakluwesan tersebut menjadikan Sojin
kesulitan menemukan alternatif penyelesaian masalah sampai perasaan untuk bunuh
diri oleh orang tersebut menghilang. Ada beberapa fakta historis yang memungkinkan
Sojin putus asa pada keadaan (depresi). Dengan berbekal kayakinan bahwa dengan
menjadi anggota girlband maka akan membawa kesuksesan padanya, ia telah
melewati masa pendidikannya yang telah ia habiskan menjadi seorang trainee. Namun ketika ia gagal mencapai
kesuksesan lalu agensinya tidak memperpanjang masa kontraknya menyebabkan ia
jatuh. Pada akhirnya ia mendapati berbagai masalah, dia putus asa. Dan solusi
yang diambil pun solusi ekstrim.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Meskipun bunuh diri ini tidak lagi menjadi kejahatan
dalam masyarakat modern, masih ada stigma yang melawan hal itu, berdasarkan
larangan-larangan agama dan sebagian pada kepentingan masyarakat dalam
menyelamatkan kehidupan. Orang yang mengungkapkan pikiran bunuh diri dapat
dianggap sakit mental. Di sisi lain, semakin banyak orang mempertimbangkan
pilihan waktu yang disengaja pada individu dewasa untuk mengakhiri hidupnya,
keputusan yang rasional dan hak untuk diperjuangkan.
Dalam teori kognitif dan behavior dari perspektif ilmu
psikologi, tindakan bunuh diri termasuk dalam tipe bunuh diri anomis. Menurut
Veeger (1993), hal ini terjadi dimana keadaan moral yang bersangkutan yang
tengah kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam hidupnya.
Konsep Freud tentang insting mati (death instinct), thanatos, merupakan konsep yang mendasari hal
tersebut dan menjadi pencetus bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh
diri. Teori psikodinamik menyatakan bahwa kehilangan kontrol ego individu,
menjadi penyebab individu tersebut melakukan bunuh diri (Meyer & Salmon,
1998) semua orang punya sifat agresi tak terkecuali pelaku bunuh diri
Lalu teori ketiga, yaitu tentang gangguan mental, terkait
teori depresi beck, yakni menyatakan bahwa seseorang yang mudah terkena depresi
telah mengembangkan sikap umum untuk menilai peristiwa dari segi negative dan
kritik diri (personal critic).
Dalam hal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaku
bunuh diri merupakan orang-orang yang mudah tertekan dan terisolasi dari
lingkungan sosialnya. Individu yang melakukan
bunuh diri dan upaya percobaan bunuh diri mengalami berbagai akumulasi
permasalahan yang tidak bisa teratasi dengan baik sehingga mengalami gangguan
mental. Dari banyak penyebab, depresi merupakan satu dari banyak
unsur yang menjadi pemicu tindakan bunuh diri.
3.2 Saran
Berdasarkan kasus yang penulis angkat, diharapkan bahwa
remaja meningkatkan jalinan hubungan baik
dengan orang lain sehingga remaja akan lebih memiliki perasaan bahagia, cinta
kasih, kegembiraan, kesenangan dan terhindar dari keinginan untuk mengakhiri
hidup. Di samping itu remaja juga diharapkan dapat lebih bersikap positif dan
selalu mencari aktivitas atau 84 kesibukan sehingga rasa kejenuhan, stres,
depresi, dan munculnya perasaan ingin mengakhiri hidup dapat dihindari.
Disarankan pula kepada remaja untuk meningkatkan
faktor keterbukaannya baik terhadap orang terdekat seperti keluarga, sahabat,
teman maupun lingkungan sekitar dengan peduli akan perasaan yang dimiliki dan percaya bahwa
perasaan-perasaaan yang dialami mempunyai arti yang dalam dan berarti penting, dan bahwa kehidupan adalah hal yang sangat berharga sehingga
remaja dapat terhindar dari pikiran untuk mengakhiri hidupnya.
Untuk menghindari pelaku bunuh diri mengulangi tindakan
bunuh diri kembali maka, dapat dengan terapi kognitif, yakni menanamkan pada
diri atau ditanamkan bahwa bunuh diri adalah tindakan yang salah.
Daftar Pustaka
Papalia, Diane E.,
& Ruth Duskin F. (2014) Menyelami
Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika
MS Khodijah. 2013.
Fenomena Bunuh Diri Perspektif Psikologi Sosial. Online Accesed [26/3/2015] at http://eprints.uinsby.ac.id/186/1/10.%20EXECUTIVE%20SUMMARY%20Dra.%20Khodijah%20M.Si.pdf
Finalia Kodrati.
2015. Di Balik Bunuh Diri Artis Korea Sojin. Online Accesed [26/3/2015] at http://m.life.viva.co.id/news/read/596040-di-balik-bunuh-diri-artis-korea-sojin
Ardita Mustafa.
2015. Lingkaran Setan Pemicu Aksi Bunuh Diri Artis Korea. Online Accesed
[26/3/2015] at http://m.cnnindonesia.com/hiburan/20150304151501-234-36676/lingkaran-setan-pemicu-aksi-bunuh-diri-artis-korea/
Ita Malau. 2015.
Kematian Sojin Kuak “Sisi Gelap” Trainee K-Pop. Online Accesed [26/3/2015] at http://www.rtv.co.id/read/entertainment/2280/kematian-sojin-kuak-sisi-gelap-trainee-k-pop